2.1
SIFAT
ORGANISASI
Ada
3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1.
Tanggung jawab
Hal ini
merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali
bisa diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.
2.
Wewenang
Wewenang adalah
hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh seseorang dan
merupakan hak untuk meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
3.
Pertanggungjawaban
Apabila wewenang
berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari bawahan
ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada
yang berwenang (atasan).
Unsur-unsur
organisasi terdiri dari :
1.
Manusia (Human Faktor),
artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang bekerjasama, ada
pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.
Sasaran, artinya
organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3.
Pekerjaan, menunjukkan
bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya
pembagian pekerjaan.
4.
Teknologi, ini artinya
organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5.
Tempat kedudukan,
organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6.
Struktur, organisasi
tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7.
Lingkungan (Enviromental External Sosial System),
artinya organisasi baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi,
misalnya ada sistem kerja sama sosial.
·
Sistem Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana
pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat
formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih
apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Di
organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah tugas yang
jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi
mereka terkait dengan pekerjaan.
Kadar
formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.
·
Desain Organisasi yang Umum
1.
Struktur Sederhana
Struktur
Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya. Struktur
ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan kadar
departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang
terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur
sederhana adalah sebuah organisasi “rata”; biasanya hanya memiliki dua atau
tiga tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang
kepadanya wewenang pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan
dari struktur ini terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal
untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Kelemahannya adalah struktur ini
sulit dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil. Struktur sederhana
menjadi semakin tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena
formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung
menciptakan kelebihan beban (overload)
informasi di puncak, struktur ini berisiko segalanya bergantung pada satu
orang.
2.
Birokrasi
Birokrasi sebuah struktur dengan
tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesilisasi, aturan
dan ketemtuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam
berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit,
dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan
konsep kunci yang mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang
memiliki konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi
memiliki keunggulan. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya
menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar secara sangat efisien. Kelemahan
dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami suatu kali ketika
harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-organisasi seperti
berlebihan dalam mengikuti aturan.
3.
Struktur matriks
Struktur
matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan
menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Pilihan desain
organisasi lain yang populer adalah struktur matriks (matrix structure). Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan
dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan
departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para
spesialisasi, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan
pengumpulan dan pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produk.
Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialisasi
fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai
anggaran.
Karakteristik
struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan
komando. Kekuatan matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi
koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit
dan saling tergantung. Kelemahan matriks terletak pada kebingungan yang
diciptakannya, kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan,
dan stres yang dirasakan pada individu.
·
Desain Organisasi
Struktural
1.
Struktur Tim
Ketika
manajemen menggunakan tim sebagai alat koordinasi sentral, anda memiliki sebuah
organisasi horizontal atau struktur tim (team
structure), Struktur tim adalah Pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral
untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik struktur tim
adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2.
Organisasi Virtual
Organisasi
virtual (virtual organization),
terkadang juga di sebut organisasi jaringan atau modular, yang biasanya
merupakan organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama
bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi virtual sangat sentralistis dengan
sedikit departementalisasi atau tidak sama sekali.
3.
Organisasi Nirbatas
Mantan
pemimpin General Electric, Jack Welch, menciptakan istilah organisasi nirbatas
(boundaryless organization) untuk
menggambarkan impiannya bagi GE di masa depan. Organisasi nirbatas adalah
sebuah organisasi yang berusaha menghapus rantai komando, memiliki rentang kendali
tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.
·
Tingkatan
Analisis
Sebelummembahas tingkatan dalam
analisis organisasi sebaiknya kita ketahui dulu apa saja yang menjadi acuan
dalam pembahasan teori organisasi, pada bahasan disini adalah pengertian
organisasi menurut pendekatan modern dan dapatdilihatpada :
1.
LingkunganOrganisasi
2.
Organisasi
secara keseluruhan
3.
Bagian
– bagian Organisasi
4.
Kumpulan
individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi
Ke empat tingkatan tersebut harus diperhatikan dalam meninjau
permasalahan organisasi sesuai urutannya. Pada
tingkatan analisis organisasi ini tidak membahas masalah individu yang
merupakan anggota organisasi, tetapi maslah individu dinyatakan sebagai
analisis perilaku. Analisis Perilaku ini adalah suatu pendekatan psikologis
yang mempelajari motivasi kepemimpinan dan sebagai aspek kepribadian individual
lainnya.Seperti kita ketahui bahwa pendekatan dalam teori organisasi adalah
pendekatan klasik, pendekatan neo-klasik dan pendekatan modern. Tingkatan
analisis organisasi ini merupakan pandangan dari pendekatan modern karena
organisasi menurut pendekatan ini adalah bagian atau subsistem lingkungan yang
sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa
lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam
analisis organisasi.
·
Efektivitas Organisasi
Menurut
Soekarno K.[1]efektif
adalah pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa menghiraukan
faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah
dikeluarkan/ digunakan. Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang
dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Jadi
pengertian efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan atau hasil
yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama.
§ Pendekatan-Pendekatan Keefektifan
Organisasi
1.
Pendekatan
Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan
pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat
dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan.
Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam
mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan.
Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut
harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga,
tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus
ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.
2.
Pendekatan
Sistem (system approach)
Pendekatan
system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi
terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian
ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative
terhadap performa keseluruhan system.
Keefektifan
membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi
lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik
dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan
konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi
organisasi yang stabil.
Kekurangan
yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan
pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting.
Keunggulan akhir dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan
jika tujuan akhir sangat samara atau tidak dapat diukur.
3.
Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies
approach)
Pendekatan
konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi
diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan
bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan
organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah
organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak
yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya
di masa depan.
Kekurangan
dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi
strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar
untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin
kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan
pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa
mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang
kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.
4.
Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values
approach)
Nilai-nilai
bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa
berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi.
Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari
setiap daftar criteria Efektifitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa
elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan
kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut
lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.
·
Suatu Model Perilaku dan Prestasi Kerja
§ Perilaku
individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam
organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan
pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa
memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu, organisasi juga memiliki
karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Karakteristik
organisasi, antara lain reward system dan pengendalian. Selanjutnya,
karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan
mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka
ia membawa karakteristik individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah
interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi.
Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku
individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
1.1 Karakteristik Perilaku Individu dalam Organisasi
§ Dasar-Dasar
Perilaku Individu
Semua perilaku individu pada dasarnya
dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan
pada empat variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis, kemampuan,
kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat
variabel tersebut.
1.
Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan
karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a.
Usia
Ada
keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang.
b.
Jenis Kelamin
Perbedaan
antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada juga yang berpendapat tidak ada perbedaan
yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah , keterampilan analisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.
c.
Status Perkawinan
Perkawinan
biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih
berharga dan penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d.
Masa Kerja
Masa
kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan
dengan rekan kerjanya yang lain.
§ Prestasi
kerja
Pengertian prestasi kerja disebut
juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance.
Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi”
dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut
berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa
Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin dan Russel memberikan
definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut
“performance is defined as the
record of outcome produced on a specified job function or activity during a
specified time period” (Prestasi
kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh
melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo
waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja
lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai
kontribusi pada perusahaan.[2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja
atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh
seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. (www.
Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt). Model perilaku dan prestasi kerja individu
dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut
dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikutnya.
2.3 MOTIVASI
Motivasi
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi
adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor
dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi
berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia.
Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia
untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah
laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi.[3]
Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
1.
Sebuah
perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi;
2.
Sebuah
perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi;
3.
Perilaku
yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
4.
Perilaku
yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda;
5.
Perilaku
yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;
6.
Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh
motivasi yang berbeda.
2.3.
Kemampuan
Kapasitas
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tidak sama satu
dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor,
yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
a.
Kemampuan Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling sering
dikutip yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu:
·
Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk
berhitung dengan cepat dan tepat.
·
Pemahaman Verbal
Kemampuan
memahami apa yang dibaca dan didengar serta menghubungkan kata satu dengan yang
lain.
·
Kecepatan Konseptual
Kemampuan
mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.
·
Penalaran Induktif
Kemampuan
mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu.
·
Penalaran Deduktif
Kemampuan
menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
·
Visualilasi Ruang
Kemampuan
membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang
diubah.
·
Ingatan
Kemampuan
menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.
b.
Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna
penting khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut
keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan dinamis,
kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis,
koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina
§ Persepsi
Persepsi adalah proses dimana
individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kessan sensoris mereka guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa teknik dalam menilai orang
yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan
memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik
ini akan menceburkan kita dalam kesulitan karena tidak ‘foolproof’. Karena itu,
pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila
teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
·
Persepsi
selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini
dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan
cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi.
Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit
dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita mencernanya sesuai dengan
latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan
sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.
·
Efek
halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang
yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suatu ciri tunggal dapat mempengaruhi
seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
·
Efek
kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang
dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja
dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik
yang sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi
yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar
yang kurang bermutu.
·
Proyeksi
: Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja
orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama
dengannya
·
Berstereotipe
: yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok
seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita
akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini
dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan
konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung
kebenaran ataupun tidak relevan.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi.
Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa
penerapannya yang lebih jelas :
- Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara
sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang
berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang
sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan
mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari
angkatan kerja suatu organisasi.
- Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan
berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika
persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang
akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager memperkirakan orang akan
berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi
ekspektasi rendah ini.
- Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang
karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini
bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif
adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil
penilaian tersebut.
- Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi,
tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja
saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan
subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.
- Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering
dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau
tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut
bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis
dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi
ataupun sebagai pengacau.
§ Kepribadian
Kepribadian merupakan pola
khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif
stabil dan dapat diperkirakan. Kepribadian juga merupakan jumlah total
kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari
lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang
dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala
corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri
seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan
fungsional yang khas bagi individu itu.[5] Menurut Gordon Allport kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan
caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.[6] Untuk tujuan kita , Anda hendaknya
menganggap bahwa kepribadian merupakan
keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain
Menilai
Kepribadian
Menilai
kepribadian seseorang dalam perekrutan karyawan sangatlah penting karena
membantu para manajer untuk memilih calon yang terbaik. Terdapat tiga cara
untuk menilai kepribadian seseorang, diantaranya:
1.Survei
mandiri
Merupakan
cara yang paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari
survei mandiri adalah kebohongan dari individu, mungkin mereka lebih
menunjukkan kesan yang lebih baik dari pada faktanya. Kekurangan selanjutnya
adalah akurasi, dimana seorang yang memiliki talenta yang baik sedang dalam
suasana hati yang tidak bagus, sehingga dapat mempengaruhi survei mandiri.
2.Survei
peringkat oleh pengamat
Dikembangkan
untuk memberikan penilaian bebas mengenai kepribadian. Survei dilakukan oeh
rekan kerja dengan sepengetahuan individu yang dinilai ataupun bisa tidak. Dari
survei peringkat oleh pengamat bisa memberi tahu sesuatu yang unik mengenai
perilaku seorang individu di tempat kerja.
3.Ukuran
proyeksi
Ukuran
proyeksi dianggap sebagai tantangan karena seseorang ahli sering kali menilai
hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain. Maka dari itu, ukuran
proyeksi sangat tidak efektif sehingga jarang digunakan.
§ Sifat
Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Sifat
kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di organisasi / tempat kerja,
yaitu :
1.Evaluasi
inti diri
Tingkat
di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah
mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa
memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.
2.Marchiavellinisme
Tingkat
di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin
bahwa hasil lebih penting daripada proses.
3.Narsisme
Kecenderungan
menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan
pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.
4.Pemantauan
diri
Kemampuan
seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor
situasional eksternal.
5.Pengambilan
resiko
6.Kepribadian
tipe A
Keteribatan
secara agresif dalam erjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam
waktu yang lebih sedikit dan bila perlu melawan upaya-upaya yang menentang dari
orang atau hal lain.
7.Kepribadian
Proaktif
Sikap
yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga
berhasil mencapai perubahan yang berarti.
§ Pengertian Motivasi
Motivasi
adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak
untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan (need), dalam terminologi
berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran
tertentu terlihat menarik (Robinns,S, 2002: 55). Motivasi adalah keseluruhan
proses pemberian motivasi (dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan
suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan
efisien (Wursanto, 2003: 267).[7]
Motivasi
adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu
kebutuhan individual.[8]
a. Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
Hubungan
antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut
(Sutarto, 1984; 275):
1.
Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi
oleh sebuah motivasi
2.
Sebuah perilaku dapat pula dilandasi
oleh bebrapa motivasi
3.
Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh
motivasi yang sama
4.
Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh
motivasi yang berbeda
5.
Perilaku yang berbeda dapat
dilandasi oleh motivasi yang sama
6.
Perilaku yang berbeda dapat dilandasi
oleh motivasi yang berbeda
b.
Motivasi sebagai pendorong individu
Motivasi
digunakan individu untuk mendorong mereka dalam :
a.
menentukan kebutuhan atau kesenjangan
kebutuhan
b.
pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
c.
pilihan perilaku untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
d.
penentuan kebutuhan dimasa yang akan
datang pencarian bagi cara pemenuhannya
e.
evaluasi atas pemuasan kebutuhan
c.
Beberapa pendekatan mengenai Motivasi
a.
pendekatan tradisional atau dikenal
sebagai traditional Model of motivations theory
b.
pendekatan relasi manusia atau human
relation model
c.
pendekatan sumber daya manusia atau
human resources model
d.
indicator motivasi individu
Dalam konteks
studi psikologi abin syamsudin (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya :
a.
Durasi kegiatan
b.
Frekuensi kegiatan
c.
Persistensi pada kegiatan
d.
Ketabahan,keuletan dan kemampuan dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan
e.
Pengorbanan untuk mencapai tujuan
f.
Tingkat aspirasi yang hendak di capai
dengan kegiatan yang dlakukan
g.
Tingklat kualifikasi frestasi atau
produk (out put) yang di capai dari kegiatan yang dilakukan
h.
Arah sikap terhadap sasaran kegiatan[9]
§ Teori-Teori
Motivasi
Dasarwarsa
1950an adalah kurun waktu yang berhasil dalam perkembangan konsep-konsep
motivasi. Hendaknya anda mengetahui teori-teori dini ini sekurang-kurangya
untuk dua alasan :
a.
Teori-teori ini mewakili suatu fundasi
dari situlah tumbuh teori-teori kontemporer,
b.
Manajer-manajer praktik secara teratur
menggunakan teori-teori ini dan peristilahan mereka dalam menjelaskan motivasi
karyawan.
1. Teori Hirarki
Kebutuhan
Teori motivasi
yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,yaitu:
a.
kebutuhan faali ( fisiologis ) : antara
lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan,seks dan kebutuhan
ragawi lainnya.
b.
Keamanan : antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c.
Kebutuhan social : mencakup kasih
sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan.
d.
Kebutuhan penghargaan: mencakup factor
rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi dan factor hormat
eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
e.
Aktualisasi diri (selp actualization) :
dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi ; mencakup pertumbuhan,
mencpaai potensialnya dan pemenuhan diri.
2. Teori X dan Y
Teori X
maksudnya pengandaian bahwa karyawan-karyawan tidak menyukai kerja, malas tidak
menyukai tanggung jawab dan harus di paksa untuk berfrestasi.
Teori Y
maksudnya : pengandaian bahwa karyawan-karyawan menyukai kerja, kreatif,berusaha
bertanggung jawab dan dapat menjalankan pengarahan diri.
Douglas Mcgregor
menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan
dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan
bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan
asumsi-asumsi tsb.
Ada 4 asumsi
yang dimiliki manajer dalam teori X :
1.
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai
pekerjaan, dan sebisa mungkin berusaha untuk menghidarinya.
2.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,dikendalikan,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.
Karyawan akan menghidari tangung jawab
dan mencari perintah formal
4.
Kebanyakan karyawan akan menaruh
keamanan diatas semua factor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit
saja.
Bertentangan
dengan pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori, ada
pula asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :
1.
Karyawan mengangap kerja sebagian hal
yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
2.
Karyawan akan berlatih mengendalikan
diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3.
Karyawa bersedia belajar untuk menerima,
mencari dan bertanggung jawab
4.
Kemampuan untuk mengambil keputusan
inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlu merupakan
milik diri mereka yang berada dalam posisi manajemen
3. Teori
Pengharapan
Adalah kekuatan
dari suatu kecendrungan untuk bertindak dlam suatu tertentu bergantung pada
kekuatan suatu pengharapam bahwa tindakan itu akan ikuti oleh suatu keluaran
tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu.
Teori ini
memfokuskan pada 3 hubungan :
1.
Hubungan upaya – kinerja : probabilitas
yang di persepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu
akan mendorong kinerja.
2.
Hubungan kinerja – ganjaran : derajat
sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu
akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.
Hubungan ganjaran – tujuan – pribadi :
derajat sejauh mana ganjaran –ganjaran organisasi hal yang memenuhi tujuan atau
kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial
tersebut untuk individu itu.
4. Teori Keadilan
Adalah teori
bahwa individu membandingkan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukkan-masukkan dan hasil
pekerjaan orang lain dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidak adilan.
Apabila
seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai dan dua kemungkina dapat terjadi yaitu.
a.
Seseorang akan berusaha memperoleh
imbalan yang lebih besar.
b.
Mengurangi intensitas usaha yang di buat
dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab.
Dalam menumbuhkan
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai
pembanding yaitu :
1.
Harapan tentang jumlah imbalan yang
dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan,sifat pekrjaan dan pengalamanya.
2.
Imbalan yang diterima oleh orang lain
dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaan nya relative sama dengan
yang bersangkutan sendiri.
3.
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain
diorganisasi lain dikawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis
4.
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengenai jumlah jenis imbalanya merupakan hak para pegawai.
5. Teori
Penentuan Tujuan
Teori bahwa
tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Edwin
locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
a.
Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian
b.
Tujuan – tujuan mengatur upaya
c.
Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi
dan
d.
Tujuan – tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana kegiatan.[10]
6. Teori Memperkuat
(Re-inforcement)
Teori penguatan
mengabaikan keadaan-dalam, diri individu dan memusatkan semata-mata pada apa
yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil sesuatu tindakan karena tidak
memperdulikan apa yang mengawali perilaku,dalam arti seksama, teori yang ampuh
terhadap apa yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini
lazim di pertimbangkan dalam pembahasan motivasi.
Secara
spesifiknya teori ini mempunyai sesuatu rekaman yang mengesankan untuk
meramalkan factor-faktor seperti kualitas dan kuantitas kerja, ketekunan upaya,
kemangkiran, keterlambatan dan kadar kecelakaan.teori itu tidak mengemukakan
banyak wawasan kedalam kepuasan karyawan atau keputusan untuk berhenti
2.4
KEPUASAN
KERJA
Sumber-Sumber Kepuasan
Kerja
A.
Pekerjaan itu sendiri
Setiap
pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya
masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa
keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
B.
Teman sekerja
Merupakan faktor yang
berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai
lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan
kerja yang meningkat
C.
Atasan
Atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur
ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Hubungan antara karyawan dengan pihak
pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan
karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan
bagian yang penting dari organisasi kerja
D. Promosi
Merupakan
faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
peningkatan karier selama bekerja. Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru
perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja
E. Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan
hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
1.
Akibat-akibat Kepuasan Kerja
Pekerja
yang bahagia cenderung lebih produktif, meski sulit untuk mengatakan kemana
arah hubungan sebab akibat tersebut.ketika kita pindah dari tingkat individu
ketingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan
kerja. Ketika data prodiktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan
untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang
lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan oeganisasi yang mempunyai
karyawan yang kurang puas.
Karyawan
dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan.karena manajemen
organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan adalah masuk akal. Bukti
menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan
pelanggan. Mengapa? Dalam organisasi jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan
sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan
pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan
responsif yang dihargai oleh para pelanggan. Karena karyawan yang puas tidak
mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah pamiliar dan
menerima layanan yang berpengalaman
2.
Kecenderungan-kecenderungan dalam
Tingkat-tingkat Kepuasan Kerja
a.. Produktifitas
atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya
jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan
unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran
intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan
dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.[12]
b. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa
ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan
demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja.[13]
Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan
ketidakpuaan kerja. Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja
atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain
meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang
milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.[14]
2.5
KEPEMIMPINAN
kepemimpinan adalah faktor kunci dalam
suksesnya suatu organisasi serta manajemen. Kepemimpinan adalah entitas yang
mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta
mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
1.
Sifat-sifat Kepemimpinan
a.
Feodalistis atau Otokratis
Wewenang
sepenuhnya ada dalam tangan pemimpin ini. Gagasan, rencana, keputusan, semuanya
berasal dari pemimpin atau satu orang. Anggota tidak mendapatkan waktu atau
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.
b.
Bebas
Pemimpin
bersifat bebas membiarkan orang mengemukakan pendapatnya, bebas sekehendak
hatinya, tanpa memberikan arah yang tegas, sehingga mudah menimbulkan konflik.
c.
Demokratis
Setiap anggota diberi hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat,
mengajukan saran-saran dan pertanyaan-pertanyaan, turut membuat rencana dan mengambil
keputusan. Tanggung jawab suatu keputusan dipikul bersama. Sifat-sifat seperti
ini memberi pengertian dan mendidik anggota untuk cinta dan setia pada
organisasi dan menggugah tanggung jawab.
2.
Ciri-ciri Pembawaan Kepemimpinan
Kepemimpinan dan
kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Seorang
pemimpin yang taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam
kehidupan kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam
kepemimpinannya. Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan
semua orang yang bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda
sebagai pemimpin ingin mengetahui beragam determinan yang berkaitan dengan
kepribadian anda. Misalnya, perilaku anda akan mencirikan budaya anda.
Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa
jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan agaknya dapat dipakai sebagai
bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are what you talk”; “you
are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika anda
ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar
adalah apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam
organisasi tersebut. Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri. Dengan
kata lain cara untuk mengubah budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah
perilaku sang pemimpin itu sendiri.
3.
Teori Prilaku Pemimpin
Selama tiga
dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku
pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari
perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode
tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk
melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang
efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan.
Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan
untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja
bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat
dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
4.
Teori Path Goal
Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal
adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House,
yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan
pada inisiating structure dan consideration serta teori
pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini
adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai
tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan
untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi
secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal
sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
(Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan
dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa
pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan
bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku
yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal
berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
5.
Model Vroom dan Yetton
Teori kepeminmpinan
vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga
di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi
tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu. klik disini http://organisasiperilaku.blogspot.co.id/2013/04/makalah-perilaku-organisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar